Category Archives: Bahasa Indonesia #

berisi tugas beserta tulisan pribadi saya

Analisa Tugas Bahasa Indonesia ( Sepak Terjang Bahasa Indonesia Di kancah Dunia)

langsung aja cekidot bangganya menjadi orang indonesia 

Kawan, mungkin kita mengira bahwa bahasa Indonesia hanya dipelajari dan digunakan di Indonesia, dan menganggap bahasa Indonesia kalah menarik dibanding bahasa asing lain terutama bahasa Inggris. Nah, kamu pasti kaget kalau mengetahui ternyata bahasa Indonesia itu popular lho di dunia.

Bahasa yang Paling Banyak Digunakan.
Tahu nggak kawan, ternyata nggak cuma di Indonesia saja yang menerapkan pelajaran bahasa Indonesia. Percaya nggak, kalau sekarang ini bahasa Indonesia sudah dipelajari di lebih dari 45 negara di dunia? Beberapa negaranya adalah Australia, Jepang, Vietnam, Mesir, dan Italia. Hal ini membuat bahasa Indonesia masuk ke dalam peringkat 10 besar bahasa yang paling banyak digunakan di seluruh dunia. Amazing!

Paling Populer di Australia.
Perlu kamu tahu nih kawan, di Australia, bahasa Indonesia merupakan bahasa paling populer keempat. Ada kurang lebih 500 sekolah pada tingkat pendidikan dasar yang mengajarkan bahasa Indonesia di negara kanguru ini. Sama seperti di Negara kita, Bahasa Indonesia adalah bahasa yang wajib dipelajari di tingkat sekolah dasar. Beberapa universitas di Australia ini juga ada yang menyediakan jurusan bahasa atau sastra Indonesia lho, hal ini membuat Australia menjadi salah satu negara yang paling populer mengembangkan bahasa Indonesia. jadi jangan heran kalau kamu sedang berkunjung ke Australia, kamu menemukan anak – anak SD yang bisa menyapa kita dengan sapaan khas orang Indonesia ‘Selamat pagi, apa kabar?’ Wihhhh!

Pusat Studi Indonesia di Afrika.
Salah satu Negara di benua Afrika, yaitu Mesir tercatat sebagai negara yang paling utama mengembangkan bahasa Indonesia, kawan. Negara piramid dan sphinx ini baru saja membangun Pusat Studi Indonesia lho. Pusat Studi ini ada di Suez Canal University, dan merupakan langkah awal untuk lebih mendalami Indonesia dari semua aspek, mencakup ideologi, politik, sosial dan budaya, ekonomi dan pertahanan keamanannya.

Menjadi Bahasa Pilihan di Situs Klub Sepak Bola.
Siapa coba yang nggak tahu Juventus, Intermilan, dan AC Milan. Yup, tiga klub sepak bola di Itali ini telah meluncurkan situs resmi mereka dalam bahasa Indonesia. Hal itu menunjukan kalau Itali juga memiliki minat mendalam terhadap bahasa Indonesia. Wow!

Lama di Jepang.
Di negara matahari terbit ini sudah lama didirikan pusat-pusat studi Indonesia, kawan. Salah satunya yang didirikan oleh Nihon-Indonesia Gakkai atau Perhimpunan Pengkaji Indonesia Seluruh Jepang tahun 1969. Nah, anggota organisasi ini terdiri dari kalangan akademisi Jepang yang mengajar bahasa dan berbagai aspek tentang Indonesia di berbagai Universitas di Jepang. Sejak tahun 1992 organisasi ini mulai melakukan ujian kemampuan Bahasa Indonesia. Sampai sekarang tercatat lebih dari 12.500 peserta yang telah mengikuti tes kemampuan berbahasa Indonesia dalam berbagai level atau tingkatan. Saat ini ada beberapa Universitas di Jepang yang membuka jurusan bahasa Indonesia lho, antara lain Universitas Kajian Asing Tokyo, Universitas Tenri, Universitas Kajian Asing Osaka, Universitas Sango Kyoto, dan Universitas Setsunan. Sementara yang mengajarkan bahasa Indonesia sebagai mata kuliah pilihan ada lebih dari 20 perguruan tinggi di Jepang.

Bahasa yang Diprioritaskan di Vietnam.
Vietnam juga merupakan negara yang menghargai bahasa Indonesia. Di Vietnam, posisi bahasa Indonesia sejajar dengan bahasa Inggris, Perancis dan Jepang sebagai bahasa resmi yang diprioritaskan. Bahkan sejak akhir 2007, pemerintah daerah Ho Chi Minh City menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kedua setelah bahasa Vietnam, menempatkan Vietnam sebagai negara kedua setelah Indonesia yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi. Gokil!
Nah, sudah tahu kan kehebatan bajasa tanah air kita, Indonesia! Jadi, berbanggalah selalu terhadap bahasa Indonesia, nggak lagi hanya mimpi kalau suatu saat Bahasa Indonesia dapat menjadi bahasa internasional.
Amin!

sumber : www.kaskus.co.id/thread/5163663f8127cf101e00000c/inilah-kelebihan-dan-kehebatan-bahasa-indonesia-di-mata-dunia/

Sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak ke-4 di dunia setelah RRC (± 1.298.847.624 jiwa), India (± 1.065.070.607 jiwa), dan Amerika Serikat (± 293.027.571 jiwa), Indonesia memiliki kekuatan “dahsyat” untuk menjadi negara besar yang sangat diperhitungkan dalam kancah pergaulan global. Berdasarkan pendataan penduduk oleh Kementerian Dalam Negeri, sebagaimana disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, jumlah penduduk Indonesia terhitung 31 Desember 2010 mencapai 259.940.857 jiwa yang terdiri atas 132.240.055 laki-laki dan 127.700.802 perempuan (lihatnasional.kompas.com).

Jumlah penduduk sebesar itu sesungguhnya bisa dioptimalkan sebagai modal sosial untuk menjadikan bangsa ini sebagai sebuah bangsa yang memiliki pengaruh besar dalam ikut membangun peradaban dunia yang bermartabat dan berbudaya. Tak hanya di bidang politik, ekonomi, atau sosial, tetapi juga di bidang kebudayaan. Di ranah kebudayaan, misalnya, bangsa kita mampu meningkatkan peran dan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional. Penduduk Indonesia yang tersebar di berbagai belahan dunia bisa dimanfaatkan sebagai “agen-agen budaya” untuk memperkenalkan dan memanfaatkan bahasa Indonesia sebagai sarana “dialog kebudayaan” lintas-bangsa, sehingga secara bertahap bahasa Indonesia makin dikenal dan dipahami oleh penduduk dunia. Tidak berlebihan apabila banyak kalangan menilai, sudah saatnya bahasa Indonesia benar-benar didorong dan diberikan ruang seluas-luasnya untuk menjadi bahasa internasional.

Wacana untuk mewujudkan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional semakin menguat setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.Dalam pasal 44 disebutkan bahwa: (1) pemerintah meningkatkan fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan; (2) peningkatan fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasi oleh lembaga kebahasaan; (3) ketentuan lebih lanjut mengenai peningkatan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Dalam konteks demikian, bahasa Indonesia secara faktual tidak hanya digunakan oleh ratusan juta penduduk Indonesia, tetapi dukungan suprastrukturnya juga sudah cukup kuat, sehingga peluang bahasa Indonesia untuk menjadi bahasa internasional benar-benar terbuka. Selain itu, bahasa Indonesia juga telah diajarkan kepada orang asing di berbagai lembaga, baik di dalam maupun di luar negeri. Di dalam negeri misalnya, saat ini tercatat tidak kurang dari 76 lembaga yang telah mengajarkan Bahasa Indonesia kepada penutur asing, baik di perguruan tinggi, sekolah, maupun di lembaga-lembaga kursus. Sementara itu di luar negeri, pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) juga telah dilakukan di 46 negara yang tersebar di seluruh benua dengan 179 lembaga penyelenggara.

Daya Pikat Bahasa Indonesia
Semakin banyaknya penutur asing yang ingin belajar menggunakan bahasa Indonesia menunjukkan bahwa peran bahasa Indonesia dalam lingkup pergaulan antar-penduduk dunia semakin penting dan diperhitungkan. Hal ini juga sangat erat kaitannya dengan atmosfer budaya dan kepariwisataan di Indonesia yang menjadi salah satu “pusat budaya dan wisata” dunia. Indonesia, di mata dunia, bagaikan magnet yang memiliki daya tarik dan daya pikat wisatawan mancanegara yang ingin mengetahui lebih jauh kekayaan dan aset wisata Indonesia yang tidak pernah mereka saksikan di negerinya masing-masing. Jika dilakukan upaya serius untuk mendorong bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional bukan mustahil “mimpi” semacam itu benar-benar akan terwujud.

Adakah keuntungannya buat bangsa kita seandainya bahasa Indonesia benar-benar menjadi bahasa internasional? Menurut hemat saya, ada banyak keuntungan yang bisa diperoleh. Pertama, ikatan nilai nasionalisme dan sikap bangga segenap warga bangsa terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional kian kokoh dan kuat. Dengan diakuinya bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional, akar-akar nasionalisme yang selama ini tenggelam akibat dinamika global yang kian deras menggerus sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara akan kembali mencuat ke permukaan. Selain itu, sikap bangga setiap warga bangsa terhadap bahasa nasional kian kokoh akibat menguatnya nilai-nilai “primordialisme” bangsa kita di tengah percaturan masyarakat dunia. Rasa cinta terhadap bangsa dan negara makin mengagumkan.

Kedua, secara kultural, peradaban bangsa kita yang dikenal sangat santun, rendah hati, ramah, dan luhur budi, juga semakin mendapatkan pengakuan dunia. Diakui atau tidak, akibat lemahnya dialog budaya dan upaya diplomasi bangsa kita dalam memperkenalkan produk-produk budaya bangsa di tengah kancah pergaulan masyarakat dunia, termasuk bahasa Indonesia, nilai-nilai kearifan dan keluhuran budi bangsa kita semakin tenggelam, bahkan sama sekali tidak dikenal oleh warga negara asing. Dengan diakuinya bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional, potret budaya bangsa yang sarat dengan nilai-nilai kearifan lokal akan semakin dikenal secara luas oleh masyarakat internasional.

Ketiga, posisi tawar bangsa kita akan semakin tinggi di mata dunia. Dengan diakuinya bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional, “pamor” bangsa kita akan semakin memancar kuat sehingga peluang untuk ikut menjadi “penentu sejarah” dunia juga makin terbuka. Bukankah ini akan membuka peluang bagi bangsa kita untuk ikut-serta mewujudkan perdamaian dunia secara nyata sebagaimana amanat Pembukaan UUD 1945 yang telah dicanangkan oleh para pendiri negara?

Keempat, pengakuan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional akan membuat bangsa kita mampu memerankan dirinya sebagai “aktor” peradaban dunia menjadi lebih terhormat dan bermartabat. Peradaban bangsa kita yang telah lama dikenal sebagai bangsa yang ramah dan beradab bisa menjadi “modal kultural” yang sangat berharga, sehingga bisa ikut berkiprah dalam mewujudkan tata kehidupan dan peradaban dunia yang lebih santun dan berbudaya.

Kelima, mendorong kemajuan bangsa di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang selaras dengan derap dan dinamika global. Dengan diakuinya bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional, dengan sendirinya bahasa Indonesia akan menjadi bahasa ilmu pengetahuan yang digunakan di banyak negara. Kondisi semacam ini jelas akan sangat menguntungkan bangsa kita yang selama ini dinilai masih tertinggal dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Tentu masih banyak keuntungan lain yang bisa diperoleh bangsa kita seandainya bahasa Indonesia benar-benar menjadi bahasa internasional. Bangsa kita tidak hanya mampu memancarkan “pamor” yang kuat di tengah kancah pergaulan dunia, tetapi juga mampu menghidupkan dan merevitalisasi nilai-nilai peradaban berbasis kearifan lokal yang selama ini tenggelam akibat makin kuatnya gerusan nilai-nilai global ke dalam sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Hambatan Serius
Untuk mewujudkan “mimpi” agar bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional, jelas bukan perkara mudah. Ada dua hal mendasar yang bisa menjadi hambatan serius untuk mewujudkan “mimpi” semacam itu. Pertama, secara eksternal, bangsa kita belum mampu memainkan peran strategis dalam melakukan dialog-budaya antarnegara. Diplomasi budaya bangsa kita yang cenderung melemah dan posisi tawar yang rendah, membuat proses transformasi sosial dan budaya kita di manca negara makin silang-sengkarut. Sistem dan pengelolaan pendidikan, kebudayaan, dan diplomasi yang salah urus, diakui atau tidak, telah melahirkan sosok karbitan dan miskin kemampuan sehingga gagal menjalankan tugas pokok dan fungsinya dengan baik. Alih-alih memiliki posisi tawar yang mengagumkan di mata dunia, diplomasi budaya antarnegara serumpun pun gagal dilakukan dengan baik. Lihat saja, kasus Ambalat yang dipicu ketika Malaysia melakukan provokasi atas wilayah perairan Indonesia di utara Kalimantan Timur dengan mengirim kapal-kapal perangnya melewati perairan Indonesia di Blok Ambalat beberapa waktu yang silam atau ketika Malaysia mengklaim lagu “Rasa Sayange”, batik, dan berbagai seni tradisi lainnya, sebagai bagian dari karya-karya mereka! Bangsa kita gagal melakukan diplomasi budaya dengan baik. Jika kondisi semacam itu terus berlanjut, bukan tidak mungkin upaya untuk mewujudkan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional akan semakin sulit terwujud.

Kedua, secara internal, bangsa kita mulai kehilangan sikap bangga terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Gejala semacam ini jelas terlihat dari maraknya orang Indonesia yang merasa terpelajar, modern, dan prestisius ketika menyelipkan setumpuk kosakata asing dalam tuturannya. Para elite bangsa dan figur publik yang seharusnya mampu memerankan dirinya sebagai anutan sosial dalam berbahasa Indonesia dengan baik dan benar pun seringkali bersikap latah dengan ikut-ikutan menggunakan kosakata asing dalam setiap tuturannya. Sikap rendah diri terhadap bahasa nasionalnya sendiri, disadari atau tidak, telah melemahkan gengsi dan harga diri bahasa Indonesia di mata dunia. Bagaimana bisa membuat mata dunia makin tertarik dan menghargai keberadaan bahasa Indonesia dalam percaturan global kalau para “pemangku budaya”-nya bersikap abai dan miskin kepedulian?

Kondisi semacam itu diperparah dengan “kebijakan politik pendidikan” yang salah urus ketika sekolah berlabel RSBI (Rintisan Sekolah Berstandar Internasional) atau SBI (Sekolah Berstandar Nasional) bersikap latah “melawan hukum” dengan menjadikan bahasa asing (bahasa Inggris) sebagai bahasa pengantar dalam proses pembelajaran. Kebijakan semacam ini tidak hanya mengebiri fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi (negara) yang wajib digunakan sebagai bahasa pengantar di lembaga pendidikan, tetapi juga makin meruntuhkan semangat generasi masa depan negeri ini untuk mencintai budaya bangsanya sendiri.

“Mimpi” untuk mewujudkan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional makin jauh panggang dari api ketika bangsa kita gagal meredam perilaku anomali sosial, semacam korupsi, manipulasi, kekerasan, tawuran antarpelajar dan mahasiswa, teror, penipuan, pembohongan publik, dan berbagai perilaku merusak lainnya. Selain meruntuhkan animo wisatawan asing untuk datang berkunjung ke Indonesia, secara tidak langsung, perilaku merusak semacam itu juga telah membunuh sikap ramah, santun, terhormat, bermartabat, dan berbudaya yang selama ini menjadi ikon bangsa kita. Bukankah nilai-nilai keluhuran budi dan kearifan hidup juga akan menjadi penentu bisa tidaknya sebuah bahasa diakui sebagai bahasa internasional?

Mengacu berbagai fakta sosial yang terjadi di negeri ini, langkah untuk memosisikan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional agaknya makin rumit dan kompleks. Perlu ada upaya serius untuk merevitalisasi dan menghidupkan kembali sikap bangga terhadap bahasa nasional kepada semua anak bangsa. Bulan Bahasa yang jatuh pada setiap bulan Oktober idealnya tidak terjebak pada kegiatan seremonial belaka, tetapi perlu diimbangi dengan upaya serius untuk melakukan sosialisasi berbagai kaidah bahasa Indonesia beserta “payung hukum”-nya kepada masyarakat luas sehingga secara bertahap penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar tidak terjebak menjadi slogan belaka. Selain itu, Peraturan Pemerintah yang mengatur ketentuan lebih lanjut mengenai peningkatan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional sebagai penjabaran Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan perlu segera diluncurkan. Yang tidak kalah penting, penegakan hukum yang adil terhadap pelaku kejahatan di negeri ini perlu dilakukan secara serius untuk “mendongkrak” citra bangsa yang selama ini merosot drastis akibat merajalelanya perilaku merusak yang telah menodai marwah bangsa.

sumber : http://sawali.info/2012/10/19/daya-pikat-bahasa-indonesia-sebagai-bahasa-internasional/

Bahasa Indonesia Di Mata Dunia

langsung aja cekidot bangganya menjadi orang indonesia 

Kawan, mungkin kita mengira bahwa bahasa Indonesia hanya dipelajari dan digunakan di Indonesia, dan menganggap bahasa Indonesia kalah menarik dibanding bahasa asing lain terutama bahasa Inggris. Nah, kamu pasti kaget kalau mengetahui ternyata bahasa Indonesia itu popular lho di dunia.

Bahasa yang Paling Banyak Digunakan.
Tahu nggak kawan, ternyata nggak cuma di Indonesia saja yang menerapkan pelajaran bahasa Indonesia. Percaya nggak, kalau sekarang ini bahasa Indonesia sudah dipelajari di lebih dari 45 negara di dunia? Beberapa negaranya adalah Australia, Jepang, Vietnam, Mesir, dan Italia. Hal ini membuat bahasa Indonesia masuk ke dalam peringkat 10 besar bahasa yang paling banyak digunakan di seluruh dunia. Amazing!

Paling Populer di Australia.
Perlu kamu tahu nih kawan, di Australia, bahasa Indonesia merupakan bahasa paling populer keempat. Ada kurang lebih 500 sekolah pada tingkat pendidikan dasar yang mengajarkan bahasa Indonesia di negara kanguru ini. Sama seperti di Negara kita, Bahasa Indonesia adalah bahasa yang wajib dipelajari di tingkat sekolah dasar. Beberapa universitas di Australia ini juga ada yang menyediakan jurusan bahasa atau sastra Indonesia lho, hal ini membuat Australia menjadi salah satu negara yang paling populer mengembangkan bahasa Indonesia. jadi jangan heran kalau kamu sedang berkunjung ke Australia, kamu menemukan anak – anak SD yang bisa menyapa kita dengan sapaan khas orang Indonesia ‘Selamat pagi, apa kabar?’ Wihhhh!

Pusat Studi Indonesia di Afrika.
Salah satu Negara di benua Afrika, yaitu Mesir tercatat sebagai negara yang paling utama mengembangkan bahasa Indonesia, kawan. Negara piramid dan sphinx ini baru saja membangun Pusat Studi Indonesia lho. Pusat Studi ini ada di Suez Canal University, dan merupakan langkah awal untuk lebih mendalami Indonesia dari semua aspek, mencakup ideologi, politik, sosial dan budaya, ekonomi dan pertahanan keamanannya.

Menjadi Bahasa Pilihan di Situs Klub Sepak Bola.
Siapa coba yang nggak tahu Juventus, Intermilan, dan AC Milan. Yup, tiga klub sepak bola di Itali ini telah meluncurkan situs resmi mereka dalam bahasa Indonesia. Hal itu menunjukan kalau Itali juga memiliki minat mendalam terhadap bahasa Indonesia. Wow!

Lama di Jepang.
Di negara matahari terbit ini sudah lama didirikan pusat-pusat studi Indonesia, kawan. Salah satunya yang didirikan oleh Nihon-Indonesia Gakkai atau Perhimpunan Pengkaji Indonesia Seluruh Jepang tahun 1969. Nah, anggota organisasi ini terdiri dari kalangan akademisi Jepang yang mengajar bahasa dan berbagai aspek tentang Indonesia di berbagai Universitas di Jepang. Sejak tahun 1992 organisasi ini mulai melakukan ujian kemampuan Bahasa Indonesia. Sampai sekarang tercatat lebih dari 12.500 peserta yang telah mengikuti tes kemampuan berbahasa Indonesia dalam berbagai level atau tingkatan. Saat ini ada beberapa Universitas di Jepang yang membuka jurusan bahasa Indonesia lho, antara lain Universitas Kajian Asing Tokyo, Universitas Tenri, Universitas Kajian Asing Osaka, Universitas Sango Kyoto, dan Universitas Setsunan. Sementara yang mengajarkan bahasa Indonesia sebagai mata kuliah pilihan ada lebih dari 20 perguruan tinggi di Jepang.

Bahasa yang Diprioritaskan di Vietnam.
Vietnam juga merupakan negara yang menghargai bahasa Indonesia. Di Vietnam, posisi bahasa Indonesia sejajar dengan bahasa Inggris, Perancis dan Jepang sebagai bahasa resmi yang diprioritaskan. Bahkan sejak akhir 2007, pemerintah daerah Ho Chi Minh City menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kedua setelah bahasa Vietnam, menempatkan Vietnam sebagai negara kedua setelah Indonesia yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi. Gokil!
Nah, sudah tahu kan kehebatan bajasa tanah air kita, Indonesia! Jadi, berbanggalah selalu terhadap bahasa Indonesia, nggak lagi hanya mimpi kalau suatu saat Bahasa Indonesia dapat menjadi bahasa internasional.
Amin!

 

sumber : www.kaskus.co.id/thread/5163663f8127cf101e00000c/inilah-kelebihan-dan-kehebatan-bahasa-indonesia-di-mata-dunia/

 

 

Sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak ke-4 di dunia setelah RRC (± 1.298.847.624 jiwa), India (± 1.065.070.607 jiwa), dan Amerika Serikat (± 293.027.571 jiwa), Indonesia memiliki kekuatan “dahsyat” untuk menjadi negara besar yang sangat diperhitungkan dalam kancah pergaulan global. Berdasarkan pendataan penduduk oleh Kementerian Dalam Negeri, sebagaimana disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, jumlah penduduk Indonesia terhitung 31 Desember 2010 mencapai 259.940.857 jiwa yang terdiri atas 132.240.055 laki-laki dan 127.700.802 perempuan (lihatnasional.kompas.com).

Jumlah penduduk sebesar itu sesungguhnya bisa dioptimalkan sebagai modal sosial untuk menjadikan bangsa ini sebagai sebuah bangsa yang memiliki pengaruh besar dalam ikut membangun peradaban dunia yang bermartabat dan berbudaya. Tak hanya di bidang politik, ekonomi, atau sosial, tetapi juga di bidang kebudayaan. Di ranah kebudayaan, misalnya, bangsa kita mampu meningkatkan peran dan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional. Penduduk Indonesia yang tersebar di berbagai belahan dunia bisa dimanfaatkan sebagai “agen-agen budaya” untuk memperkenalkan dan memanfaatkan bahasa Indonesia sebagai sarana “dialog kebudayaan” lintas-bangsa, sehingga secara bertahap bahasa Indonesia makin dikenal dan dipahami oleh penduduk dunia. Tidak berlebihan apabila banyak kalangan menilai, sudah saatnya bahasa Indonesia benar-benar didorong dan diberikan ruang seluas-luasnya untuk menjadi bahasa internasional.

Wacana untuk mewujudkan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional semakin menguat setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.Dalam pasal 44 disebutkan bahwa: (1) pemerintah meningkatkan fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan; (2) peningkatan fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasi oleh lembaga kebahasaan; (3) ketentuan lebih lanjut mengenai peningkatan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Dalam konteks demikian, bahasa Indonesia secara faktual tidak hanya digunakan oleh ratusan juta penduduk Indonesia, tetapi dukungan suprastrukturnya juga sudah cukup kuat, sehingga peluang bahasa Indonesia untuk menjadi bahasa internasional benar-benar terbuka. Selain itu, bahasa Indonesia juga telah diajarkan kepada orang asing di berbagai lembaga, baik di dalam maupun di luar negeri. Di dalam negeri misalnya, saat ini tercatat tidak kurang dari 76 lembaga yang telah mengajarkan Bahasa Indonesia kepada penutur asing, baik di perguruan tinggi, sekolah, maupun di lembaga-lembaga kursus. Sementara itu di luar negeri, pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) juga telah dilakukan di 46 negara yang tersebar di seluruh benua dengan 179 lembaga penyelenggara.

Daya Pikat Bahasa Indonesia
Semakin banyaknya penutur asing yang ingin belajar menggunakan bahasa Indonesia menunjukkan bahwa peran bahasa Indonesia dalam lingkup pergaulan antar-penduduk dunia semakin penting dan diperhitungkan. Hal ini juga sangat erat kaitannya dengan atmosfer budaya dan kepariwisataan di Indonesia yang menjadi salah satu “pusat budaya dan wisata” dunia. Indonesia, di mata dunia, bagaikan magnet yang memiliki daya tarik dan daya pikat wisatawan mancanegara yang ingin mengetahui lebih jauh kekayaan dan aset wisata Indonesia yang tidak pernah mereka saksikan di negerinya masing-masing. Jika dilakukan upaya serius untuk mendorong bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional bukan mustahil “mimpi” semacam itu benar-benar akan terwujud.

Adakah keuntungannya buat bangsa kita seandainya bahasa Indonesia benar-benar menjadi bahasa internasional? Menurut hemat saya, ada banyak keuntungan yang bisa diperoleh. Pertama, ikatan nilai nasionalisme dan sikap bangga segenap warga bangsa terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional kian kokoh dan kuat. Dengan diakuinya bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional, akar-akar nasionalisme yang selama ini tenggelam akibat dinamika global yang kian deras menggerus sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara akan kembali mencuat ke permukaan. Selain itu, sikap bangga setiap warga bangsa terhadap bahasa nasional kian kokoh akibat menguatnya nilai-nilai “primordialisme” bangsa kita di tengah percaturan masyarakat dunia. Rasa cinta terhadap bangsa dan negara makin mengagumkan.

Kedua, secara kultural, peradaban bangsa kita yang dikenal sangat santun, rendah hati, ramah, dan luhur budi, juga semakin mendapatkan pengakuan dunia. Diakui atau tidak, akibat lemahnya dialog budaya dan upaya diplomasi bangsa kita dalam memperkenalkan produk-produk budaya bangsa di tengah kancah pergaulan masyarakat dunia, termasuk bahasa Indonesia, nilai-nilai kearifan dan keluhuran budi bangsa kita semakin tenggelam, bahkan sama sekali tidak dikenal oleh warga negara asing. Dengan diakuinya bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional, potret budaya bangsa yang sarat dengan nilai-nilai kearifan lokal akan semakin dikenal secara luas oleh masyarakat internasional.

Ketiga, posisi tawar bangsa kita akan semakin tinggi di mata dunia. Dengan diakuinya bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional, “pamor” bangsa kita akan semakin memancar kuat sehingga peluang untuk ikut menjadi “penentu sejarah” dunia juga makin terbuka. Bukankah ini akan membuka peluang bagi bangsa kita untuk ikut-serta mewujudkan perdamaian dunia secara nyata sebagaimana amanat Pembukaan UUD 1945 yang telah dicanangkan oleh para pendiri negara?

Keempat, pengakuan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional akan membuat bangsa kita mampu memerankan dirinya sebagai “aktor” peradaban dunia menjadi lebih terhormat dan bermartabat. Peradaban bangsa kita yang telah lama dikenal sebagai bangsa yang ramah dan beradab bisa menjadi “modal kultural” yang sangat berharga, sehingga bisa ikut berkiprah dalam mewujudkan tata kehidupan dan peradaban dunia yang lebih santun dan berbudaya.

Kelima, mendorong kemajuan bangsa di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang selaras dengan derap dan dinamika global. Dengan diakuinya bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional, dengan sendirinya bahasa Indonesia akan menjadi bahasa ilmu pengetahuan yang digunakan di banyak negara. Kondisi semacam ini jelas akan sangat menguntungkan bangsa kita yang selama ini dinilai masih tertinggal dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Tentu masih banyak keuntungan lain yang bisa diperoleh bangsa kita seandainya bahasa Indonesia benar-benar menjadi bahasa internasional. Bangsa kita tidak hanya mampu memancarkan “pamor” yang kuat di tengah kancah pergaulan dunia, tetapi juga mampu menghidupkan dan merevitalisasi nilai-nilai peradaban berbasis kearifan lokal yang selama ini tenggelam akibat makin kuatnya gerusan nilai-nilai global ke dalam sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Hambatan Serius
Untuk mewujudkan “mimpi” agar bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional, jelas bukan perkara mudah. Ada dua hal mendasar yang bisa menjadi hambatan serius untuk mewujudkan “mimpi” semacam itu. Pertama, secara eksternal, bangsa kita belum mampu memainkan peran strategis dalam melakukan dialog-budaya antarnegara. Diplomasi budaya bangsa kita yang cenderung melemah dan posisi tawar yang rendah, membuat proses transformasi sosial dan budaya kita di manca negara makin silang-sengkarut. Sistem dan pengelolaan pendidikan, kebudayaan, dan diplomasi yang salah urus, diakui atau tidak, telah melahirkan sosok karbitan dan miskin kemampuan sehingga gagal menjalankan tugas pokok dan fungsinya dengan baik. Alih-alih memiliki posisi tawar yang mengagumkan di mata dunia, diplomasi budaya antarnegara serumpun pun gagal dilakukan dengan baik. Lihat saja, kasus Ambalat yang dipicu ketika Malaysia melakukan provokasi atas wilayah perairan Indonesia di utara Kalimantan Timur dengan mengirim kapal-kapal perangnya melewati perairan Indonesia di Blok Ambalat beberapa waktu yang silam atau ketika Malaysia mengklaim lagu “Rasa Sayange”, batik, dan berbagai seni tradisi lainnya, sebagai bagian dari karya-karya mereka! Bangsa kita gagal melakukan diplomasi budaya dengan baik. Jika kondisi semacam itu terus berlanjut, bukan tidak mungkin upaya untuk mewujudkan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional akan semakin sulit terwujud.

Kedua, secara internal, bangsa kita mulai kehilangan sikap bangga terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Gejala semacam ini jelas terlihat dari maraknya orang Indonesia yang merasa terpelajar, modern, dan prestisius ketika menyelipkan setumpuk kosakata asing dalam tuturannya. Para elite bangsa dan figur publik yang seharusnya mampu memerankan dirinya sebagai anutan sosial dalam berbahasa Indonesia dengan baik dan benar pun seringkali bersikap latah dengan ikut-ikutan menggunakan kosakata asing dalam setiap tuturannya. Sikap rendah diri terhadap bahasa nasionalnya sendiri, disadari atau tidak, telah melemahkan gengsi dan harga diri bahasa Indonesia di mata dunia. Bagaimana bisa membuat mata dunia makin tertarik dan menghargai keberadaan bahasa Indonesia dalam percaturan global kalau para “pemangku budaya”-nya bersikap abai dan miskin kepedulian?

Kondisi semacam itu diperparah dengan “kebijakan politik pendidikan” yang salah urus ketika sekolah berlabel RSBI (Rintisan Sekolah Berstandar Internasional) atau SBI (Sekolah Berstandar Nasional) bersikap latah “melawan hukum” dengan menjadikan bahasa asing (bahasa Inggris) sebagai bahasa pengantar dalam proses pembelajaran. Kebijakan semacam ini tidak hanya mengebiri fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi (negara) yang wajib digunakan sebagai bahasa pengantar di lembaga pendidikan, tetapi juga makin meruntuhkan semangat generasi masa depan negeri ini untuk mencintai budaya bangsanya sendiri.

“Mimpi” untuk mewujudkan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional makin jauh panggang dari api ketika bangsa kita gagal meredam perilaku anomali sosial, semacam korupsi, manipulasi, kekerasan, tawuran antarpelajar dan mahasiswa, teror, penipuan, pembohongan publik, dan berbagai perilaku merusak lainnya. Selain meruntuhkan animo wisatawan asing untuk datang berkunjung ke Indonesia, secara tidak langsung, perilaku merusak semacam itu juga telah membunuh sikap ramah, santun, terhormat, bermartabat, dan berbudaya yang selama ini menjadi ikon bangsa kita. Bukankah nilai-nilai keluhuran budi dan kearifan hidup juga akan menjadi penentu bisa tidaknya sebuah bahasa diakui sebagai bahasa internasional?

Mengacu berbagai fakta sosial yang terjadi di negeri ini, langkah untuk memosisikan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional agaknya makin rumit dan kompleks. Perlu ada upaya serius untuk merevitalisasi dan menghidupkan kembali sikap bangga terhadap bahasa nasional kepada semua anak bangsa. Bulan Bahasa yang jatuh pada setiap bulan Oktober idealnya tidak terjebak pada kegiatan seremonial belaka, tetapi perlu diimbangi dengan upaya serius untuk melakukan sosialisasi berbagai kaidah bahasa Indonesia beserta “payung hukum”-nya kepada masyarakat luas sehingga secara bertahap penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar tidak terjebak menjadi slogan belaka. Selain itu, Peraturan Pemerintah yang mengatur ketentuan lebih lanjut mengenai peningkatan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional sebagai penjabaran Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan perlu segera diluncurkan. Yang tidak kalah penting, penegakan hukum yang adil terhadap pelaku kejahatan di negeri ini perlu dilakukan secara serius untuk “mendongkrak” citra bangsa yang selama ini merosot drastis akibat merajalelanya perilaku merusak yang telah menodai marwah bangsa.

 

sumber : http://sawali.info/2012/10/19/daya-pikat-bahasa-indonesia-sebagai-bahasa-internasional/

                

Persahabatan

Apa sih persahabatan itu? Banyak yang salah mengartikan arti sahabat pada zaman Masa kini. Suatu cerita yang saya dapat dari pengalaman. Malam hari sekitar pukul 21:00 ada 2 org sahabat mereka berkisaran umur 13 tahun, saya sangat sering melihat mereka ber2, mereka menggemari hobby yang sama yaitu bersepeda fixie, suatu ketika seorang temannya memukuli sahabatnya sendiri, mencaci maki, bahkan mendorong hingga jatuh hampir terkena tubuh saya. Namun seorang tersebut tidak hanya diam, Dia terus mengikuti temannya dari belakang dengan menundukan kepala, sampai” temannya berkata ” pulang sana! Ngapain lo ikutin gue mulu” lalu pulanglah Dia. Dan suatu ketika mereka bermain bersama lagi layaknya sahabat biasa. Inti dari cerita di atas simple, sahabat itu tak kenal waktu teman bentuk materi tapi hanya satu, ketika suatu kenyamanan Dan rasa perduli terus ada maka hadirlah sebuah persahabatan yang kental.

-kusuma halim-

Saya bangga dengan wanita karir.

Di balik kebanggaan yang saya miliki sebagai hasrat seorang lelaki saya takjub melihatnya. Entah Mengapa demikian, seorang wanita karir pada umumnya bekerja membanting tulang demi kehidupan keluarganya disamping itu mereka menjalankan perkuliahan wahhh sungguh keren rasanya. Me-manage waktu adalah prioritas yang paling di utamakan. Mengapa saya bangga? Di balik perkuliahan saya yang sudah mencapai pertengahan jalan ini saja sudah lumayan jenuh. Apalagi dengan seseorang yang bekerja sambil kuliah Dan Dia adalah seorang wanita? Malu rasanya apabila mengeluh didepannya.

-kusuma halim-

Menderitanya berada di Kelas unggulan

Kelas unggulan Bagi kalangan mahasiswa sekarang menjadi beban Bagi persaingan serta perbandingan nilai untuk mahasiswa yang kurang berkompeten di akademik. Padahal Apa yang telah kita lakukan sudah maksimal. Sedangkan Apa yang kita lakukan pada Kelas yang bukan unggulan menjadi point yang sangat maksimal. Mengapa? Kegiatan yang di lakukan di Kelas unggulan lebih maksimal/aktif di bidang akademik sedangkan Kelas yang lainnya?. Menjadi panutan/ukuran/perbandingan Bagi suatu Kelas tidaklah efektif dalam suatu penilaian. Seharusnya apabila Kelas di pisah menurut kestrukturan nilai harus menjadi perbandingan Bagi seluruh Kelas tersebut. Bukan hanyya satu Kelas. Bagaimana dengan seseorang yang kurang aktif di akademik tetapi mempunyai kualitas yang cukup baik di bandingkan Kelas lainnya..

-kusuma halim-

Beradaptasi (habitatism)

Analoginya seperti ini : apabila anda seekor monyet lalu anda masuk kekandang kerbau. Apa yang terjadi? Anda buta, anda bingung, anda tidak bisa berkutik Apa Apa. Berikut sedikit penjelasan. Beradaptasi sangat di perlukan pada zaman skrng ini terutama seorang mahasiswa yang pola pikirnya seharusnya melebihi orang biasa. Banyak keuntungan yang kita dapat. Mulai dari link, pembelajaran tentang ilmu sosisal, Beradaptasi dengan org banyak, mengeluarkan ide ide, berfikir kedepan (kualitatif), Dan masih banyak yang lainnya. Jadi inti dari analogi di atas itu simple. Anda harus menjadi seekor kerbau untuk memasuki habitat seekor kerbau. Belajar mengenal lingkungan sosial adalah dasar dari pola hidup seseorang, tidak usah yang besar besar terlebih dahulu minimal anda tahu bagaimana cara kita supaya org tersebut merasa nyaman dengan kita. Ingat sebelum anda memasuki ruang lingkup seseorang anda harus mengetahui latar belakang seseorang tersebut jangan sampai anda salah memasuki topik yang bukan tempatnya.

-kusuma halim-

Mengerjakan tugas adalah sesuatu yang membosankan

Sesuai judul di atas memang di kalangan mahasiswa tingkat 3 seperti saya ini sangat bosan Dan jenuh dengan mengerjakan tugas. Tapi Apa boleh buat tugas ini saya kerjakan demi mendapatkan nilai yang baik. Menurut saya metode pembelajaran seperti memposting tulisan di blog Atau di media dunia maya itu kurang efektif. Mengapa? Sebelumnya saya ceritakan permasalahan terlebih dahulu. Media seperti ini terkadang kurang sampai Atau masuk di otak / menyerap seperti layaknya pembelajaran di Kelas lainnya. Dan saya pun jujur sering mengalami banyak masalah dengan tugas softskill yang seperti ini. Mulai dari gangguan internet, re-post, bahkan saya sudah berulang kali mengirim tugas ini ke email maupun studentsite. Alhasil alamat blog saya tidak terbaca. Sampai sampai saya harus menghubungi dosennya langsung untuk memberikan alamat blog saya ini. Karena tuntutan nilai saya pun harus mengerjakan ini, demi mendapatkan nilai yang maksimal

-kusuma halim-